Medinafm (Garut) – Dengan pandangan berani soal politik, hak wanita, dan seksualitas, sang bintang yang wafat di usia 25 tahun seharusnya menjadi simbol perubahan bagi Korea.
Artikel ini disadur dari artikel Billboard.com bertajuk “Sulli Was an Outspoken K-Pop Star in an Industry That Would’ve Preferred She Stayed Quiet” yang ditulis oleh Jeff Benjamin.
Ketika Billboard bertemu dengan Sulli di festival KCON Los Angeles tahun 2013 silam, kesan pertama yang tertangkap darinya adalah tenang, pendiam, dan sedikit tertutup sebelum kemudian mulai mencair dan menunjukkan sisi cerianya. Kini, kenangan tersebut seperti metafora yang pas untuk kariernya yang terlalu pendek namun berpengaruh besar, yang harus kandas lebih cepat pada hari Senin (14 Oktober) ketika dunia mengetahui bahwa kabar sang bintang K-pop dan aktris tersebut meninggal dunia di usia 25 tahun.
Sedari awal kariernya, tampaknya Sulli (yang bernama asli Choi Jin-ri) seakan ditakdirkan untuk memiliki tempat yang tak lazim di industri K-pop. Sebagai member menonjol di girl group f(x) yang debut di bawah agensi K-pop terbesar SM Entertainment, Sulli dan rekan segrupnya melawan arah tipikal K-pop yang manis dan ceria dengan lagu-lagu eksperimental dan tak biasa, mulai dari lagu yang menghubungkan gigi susu dengan hubungan asmara di “Rum Pum Pum Pum” hingga lagu “Pinocchio (Danger)” yang meneriakkan nama karakter Disney tersebut. Sulli meraih perhatian karena kecantikan parasnya—yang dianggap jadi bagian visual tercantik di SM—dan dicintai karena visual fisiknya, seperti “eye smile” khasnya.
Setelah lima tahun bersama f(x), Sulli memutuskan vakum dari grupnya di tengah masa promosi album Red Light di 2014, menyebut kelelahan mental dan fisik akibat rumor dan komen internet sebagai penyebabnya. Semua komentar negatif tersebut makin memuncak ketika tersebar kabar bintang muda tersebut berkencan dengan Choiza, rapper dari Dynamic Duo yang lebih tua 14 tahun darinya, ketika di masa itu segala rumor tentang pacaran disambut negatif oleh penggemar K-pop.
Walaupun karier profesionalnya berfokus pada film dan modeling, namun ia juga dikenal karena sikapnya di media sosial yang kerap mengundang kontroversi. Untuk masyarakat Korea Selatan yang masih konservatif, opininya atau tingkah lakunya yang dianggap kontroversial seperti tak mengenakan bra atau mengunggah foto bersama pacarnya menjadi target empuk dari hujatan pedas di komunitas online. Ia pun tak gentar mengungkapkan sikap politiknya dengan menjadi bagian dari segelintir selebriti yang menunjukkan dukungan terbuka ketika Korea Selatan menimbang ulang hukum aborsi dan membuatnya dikenal sebagai sosok yang “pro-choice” atau mendukung pilihan aborsi.
Sifatnya yang tak takut akan provokasi kerap menjadi bulan-bulanan media Korea dengan penggemar internasional terus memantaunya dari reaksi yang ia timbulkan di kolom komentar beberapa situs penerjemah artikel Korea. Sebuah artikel tahun 2017 berjudul “Apakah Sulli Berupaya Menjadi Kim Kardashian Korea?” meraih perhatian di banyak situs Korea dan para netizen mengolok-oloknya dengan sebutan kasar dan mengkritik tubuhnya, bakatnya, hingga kesehatan mentalnya.
Salah satu karya artistik terbaik Sulli hadir di film Real yang rilis tahun 2017, film layar lebar terakhir sebelum kematiannya. Dalam film itu, Sulli yang saat itu berusia 22 tahun bermain sebagai ahli terapi di sebuah rehabilitasi dan tampil di adegan telanjang dan pemakaian narkoba. Film ini memicu lebih banyak rumor negatif lain tentang dirinya, terutama kalau dia sebetulnya memang memakai obat terlarang yang ilegal di Korea. Sulli pada akhirnya angkat bicara dan menjawab dia sedang melakukan metode akting untuk memberikan yang terbaik di film itu dengan cara menonton film tentang narkoba sekitar lima kali setiap hari. Kontroversi yang menyelimutinya tersebut berakar dari keinginan untuk berkomitmen penuh pada hal yang ia kerjakan, sebuah kesalahpahaman yang terus menghantuinya sepanjang hidup.
Kontroversi-kontroversi tersebut pada akhirnya menjadi bagian dari kariernya, ketika ia bergabung di acara variety The Night of Hate Comments di Korea sebagai host paling muda dan paling terbuka di antara para cast yang mengundang selebriti untuk membahas dan bereaksi pada komen-komen miring yang mereka terima. Di acara itu, Sulli dengan blak-blakan membuka diri dalam banyak topik, termasuk isu kehamilannya, rencana keluarganya, selera berkencan, dan masih banyak lagi.
Bahkan kembalinya ia ke dunia musik melalui Goblin yang terdiri dari tiga lagu pada Juni lalu menampilkan dirinya yang mencoba bunyi dream pop yang tak terduga dalam sebuah lagu title yang bicara tentang seseorang dengan masalah dissociative disorder. Kesehatan mental secara umum masih dianggap topik yang tabu di Korea, tapi Sulli justru mengangkatnya sebagai ide untuk lagu comeback ke kancah K-pop dan bahkan menampilkan sesi evaluasi psikologi di video musiknya.
Meskipun dikenal karena kecantikannya sebagai member f(x), sebagai artis solo, ia juga berperan sebagai penulis dan produser untuk musik eksperimental yang mengingatkan pada grup lamanya, tapi juga dengan sentuhan melankolis ketika ia bertanya, “Kenapa kamu terlihat sangat sedih?” di lagu “On the Moon” dan menutup lagu “Dorothy” dengan akhir yang penuh keputusasaan. Kariernya semakin terasa menarik ketika kita ingat ia selalu mendapat dukungan dari SM Entertainment, agensi papan atas yang dikenal sebagai rumah dari banyak idol tanpa cela dan mampu mendorong Sulli untuk tetap tampil di banyak acara dan kesempatan, terlepas dari citranya yang kontroversial.
Sulli meninggalkan industri K-pop ketika para bintang K-pop, khususnya wanita, masih belum mampu secara bebas mengekspresikan diri mereka tanpa takut mendapat hujatan dari publik. Sosoknya tentu saja akan dirindukan, dan kita bisa berharap cara hidupnya yang percaya diri dan berani menjadi diri sendiri tidak hanya mampu membawa perubahan bagi standar tradisional yang sangat ketat dan harus dipatuhi oleh selebriti Korea, tapi juga memperbaiki toxic culture dari komentar netizen yang menjadi momok bagi para bintang K-pop—yang dampaknya bahkan lebih fatal dari yang disadari banyak orang. (*)