Medinafm (Garut) – Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) merupakan masalah kesehatan utama di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia setiap tahunnya.
Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang paling umum dan paling banyak disandang masyarakat.
”Hipertensi sekarang jadi masalah utama kita semua, tidak hanya di Indonesia tapi di dunia, karena hipertensi ini merupakan salah satu pintu masuk atau faktor risiko penyakit seperti jantung, gagal ginjal, diabetes, stroke,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PPTM) Kemenkes RI, dr. Cut Putri Arianie, M.H.Kes, pada Temu Media memperingati Hari Hipertensi Dunia 2019 di Gedung Kementerian Kesehatan RI, Jumat (17/5).
Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya.
Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun 2017 menyatakan tentang faktor risiko penyebab kematian prematur dan disabilitas di dunia berdasarkan angka Disability Adjusted Life Years (DAILYs) untuk semua kelompok umur. Berdasarkan DAILYs tersebut, tiga faktor risiko tertinggi pada laki-laki yaitu merokok, peningkatan tekanan darah sistolik, dan peningkatan kadar gula.
Sedangkan faktor risiko pada wanita yaitu peningkatan tekanan darah sistolik, peningkatan kadar gula darah dan IMT tinggi,
Menurut data Sample Registration System (SRS) Indonesia tahun 2014, Hipertensi dengan komplikasi (5,3%) merupakan penyebab kematian nomor 5 (lima) pada semua umur. Sedangkan berdasarkan data International Health Metrics Monitoring and Evaluation (IHME) tahun 2017 di Indonesia, penyebab kematian pada peringkat pertama disebabkan oleh Stroke, diikuti dengan Penyakit Jantung Iskemik, Diabetes, Tuberkulosa, Sirosis , diare, PPOK, Alzheimer, Infeksi saluran napas bawah dan Gangguan neonatal serta kecelakaan lalu lintas.
Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan menyebutkan bahwa biaya pelayanan hipertensi mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu pada tahun 2016 sebesar 2,8 Triliun rupiah, tahun 2017 dan tahun 2018 sebesar 3 Triliun rupiah.
Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua sebesar (22,2%). Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur 45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%).
Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak rutin minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya Hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan.
Alasan penderita hipertensi tidak minum obat antara lain karena penderita hipertensi merasa sehat (59,8%), kunjungan tidak teratur ke fasyankes (31,3%), minum obat tradisional (14,5%), menggunakan terapi lain (12,5%), lupa minum obat (11,5%), tidak mampu beli obat (8,1%), terdapat efek samping obat (4,5%), dan obat hipertensi tidak tersedia di Fasyankes (2%).
Hipertensi disebut sebagai the silent killer karena sering tanpa keluhan, sehingga penderita tidak mengetahui dirinya menyandang hipertensi dan baru diketahui setelah terjadi komplikasi.
Kerusakan organ target akibat komplikasi Hipertensi akan tergantung kepada besarnya peningkatan tekanan darah dan lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
Dokter dari Perhimpunan Hipertensi Indonesia Dr. Tunggul Situmorang SpPD-KGH,FINASIM mengatakan tekanan darah merupakan penyebab utama kematian di dunia tapi juga menjadi beban utama sehingga ini menjadi masalah global.
”Semua organ yang memiliki pembuluh darah akan dirusak oleh hipertensi seperti otak,” katanya.
Organ-organ tubuh yang menjadi target antara lain otak, mata, jantung, ginjal, dan dapat juga berakibat kepada pembuluh darah arteri perifer.
Hipertensi dapat dicegah dengan mengendalikan perilaku berisiko seperti merokok, diet yang tidak sehat seperti kurang konsumsi sayur dan buah serta konsumsi gula, garam dan lemak berlebih, obesitas, kurang aktifitas fisik, konsumsi alkohol berlebihan dan stres. Data Riskesdas 2018 pada penduduk usia 15 tahun keatas didapatkan data faktor risiko seperti proporsi masyarakat yang kurang makan sayur dan buah sebesar 95,5%, proporsi kurang aktifitas fisik 35,5%, proporsi merokok 29,3%, proporsi obesitas sentral 31% dan proporsi obesitas umum 21,8%. Data tersebut di atas menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan data Riskesdas tahun 2013.
Upaya yang telah dilakukan dalam pencegahan dan pengendalian Hipertensi diantaranya adalah meningkatkan promosi kesehatan melalui KIE dalam pengendalian Hipertensi dengan perilaku CERDIK dan PATUH; meningkatkan pencegahan dan pengendalian Hipertensi berbasis masyarakat dengan Self Awareness melalui pengukuran tekanan darah secara rutin; penguatan pelayanan kesehatan khususnya Hipertensi.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya seperti meningkatkan akses ke Fasilitas Kesehatah Tingkat Pertama (FKTP), optimalisasi sistem rujukan, dan peningkatan mutu pelayanan. Salah satu upaya pencegahan komplikasi Hipertensi khususnya Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di FKTP melalui Pelayanan Terpadu (PANDU) PTM, 5) Pemberdayaan masyarakat dalam deteksi dini dan monitoring faktor risiko hipertensi melalui Posbindu PTM yang diselenggarakan di masyarakat, di tempat kerja dan institusi. (*)